Amuntai - Mengatasi permasalahan
Nilai Tukar rupiah saat ini hanya ada 1 cara dalam "Jangka Pendek" yaitu
instrumen Moneter yang dimiliki Bank Indonesia (BI), dengan melakukan Intervensi ke Pasar (menjual
dollar - membeli rupiah) - (supply & demand) menggunakan Cadangan Devisa.
Namun yang menjadi pertanyaan efektif kah?
Namun yang menjadi pertanyaan efektif kah?
"Independensi BI" setelah
Krismon tahun 98 diatur melalui Undang - undang No.23 Tahun 1999 (pemerintah dan lainnya tidak bisa melakukan intervensi
dalam kebijakan Bank Indonesia). Tugas utama Bank Indonesia (BI) menjaga "Stabilitas Nilai Tukar
Rupiah". Dari pernyataan resmi Gubernur Bank Indonesia Agus Marto Wardoyo bahwa tidak akan melakukan
Intervensi ke Pasar terkait pelemahan Nilai Tukar Rupiah. Selain itu masalah perlambatan ekonomi
& inflasi 1 tahun terakhir juga tidak akan merubah Suku Bunga BI (BI Rate)
7,5% sd. sekarang.
Pelemahan rupiah saat ini
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya :
Pertama adalah "Arus Investasi Asing" yg masuk ke Indonesia sangat besar melalui Pasar Modal
(Bursa Efek - padat modal bukan padat karya) saat krisis di Amerika th 2008. Sekarang dengan sudah mulai membaik ekonominya, uangnya dengan mudah mereka tarik kembali
kenegaranya karna lewat Investasi Tidak Langsung (arus uang dollar keluar) salah satunya adalah kebijakan The FED yang mulai melakukan tappering off kebijakan QE.
Kedua adalah utang luar negri pemerintah & swasta yang jatuh tempo thn 2013 - 2015 lebih besar dari biasanya (arus pembayaran dgn
dollar ke luar negri).
Ketiga, Impor minyak yang semakin besar
(arus pembayaran keluar dalam dollar), Impor dilakukan bukan karna harga minyak naik, tapi
produksi dalam negri yang turun terus, tanpa diimbangi kebutuhan meningkat. Berdasarkan data yang ada 12 tahun lagi cadangan minyak
kita habis. Pilihannya adalah pindah ke energi lain atau menggenjot produksi minyak yang hanya dengan pencarian minyak di laut peluang Indonesia untuk dapat minyak dalam jumlah besar,
dana Eksplorasi Minyak di Laut bisa sampai 200 trilyun itupun belum tentu ketemu minyak. Yang jadi masalah.. Hanya perusahaan asing yg berani
spekulasi dan punya uang. Namun jika begini nanti banyak yg teriak lg kalau asing lagi kan? sangat dilematis.
Yang Keempat ; Karna perlambatan ekonomi dunia otomatis ekspor
berdampak, mungkin inilah yang bisa jadi dampak kebijakan pemerintah sebelumnya. Tapi walaupun begitu pemerintah sebelumnya juga sudah luar biasa kerjanya. Dan ternyata
bahwa Ekspor - Impor kita hanya ± 10% dari Produk Domestik Bruto, artinya
berpengaruh, tapi tidak signifikan.
Satu permasalahan Nilai Tukar saja tidak bisa sederhana ataupun parsial melihatnya, apa lagi beragam persoalan. Jadi dengan kondisi dan fakta yang ada siapa yang salah? Pemerintah Sekarang, Pemerintah Sebelumnya atau bank Indonesia atau DPR yang tidak bisa menjaga stabilitas politik?
3 Oktober 2015
Berbeda setelah Cina melakukan kebijakan Devaluasi mata uang nya, Pergerakan Rupiah tidak terkendali dan BI (Bank Indonesia) melalaui Gubernur BI Agus Marto Wardoyo menyatakan akan hadir di Pasar untuk mengendalikan Nilai Tukar Rupiah.
Tetapi yang menjadi pertanyaan sampai saat ini BI tidak mampu mengendalikan Depresiasi Nilai Tukar Rupiah dan seperti Intervensi Pasar Setengah Hati, cenderung merubah rubah target Nilai Tukar 2015 yang sudah dibuatnya sendiri.
Masih kita ingat beberapa tahun yang lalu ketika dilakukan Reshuffle kabinet jaman Presiden SBY, Agus Martowardoyo adalah salah satu Mentri yang dianggap kurang berhasil dan tidak dipercaya Pasar dalam mengelola Kementrian Keuangan, namun sayangnya setelah di lengserkan dari posisi Menteri Keuangan Agus Martowardoyo ditempatkan di posisi Gubernur BI oleh Presiden SBY.
Kita tidak tahu apa motiv dan pertimbangan Presiden SBY dan DPR saat itu menempatkan orang yang dianggap gagal dan tidak dipercaya pasar sebagai Gubernur BI yang akan menjabat (2013 - 2018) sampai dengan Presiden Berikutnya terpilih dan bekerja
Sudah selayaknya bahwa Gubernur BI Masa Jabatannya disesuaikan dengan Presiden terpilih, karna Permasalahan Ketidak singkronan antara Kebijakan Moneter (BI) dan Kebijakan Fiskal (Pemerintah) bukan hanyak kali ini terjadi.
Walaupun BI adalah lembaga Independen, dengan Koalisi Mayoritas di DPR yang mendukung Presiden Jokowidodo saat ini sudah sepatutnya dipertimbangkan Pergantian Gubernur BI dengan merevisi UU ataupun aturan terkait tanpa menunggu Agus Martwardoyo berakhir masa jabatannya di 2018 karna sudah gagal dalam menjalankan tugas utamanya dalam menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah.
Berbeda setelah Cina melakukan kebijakan Devaluasi mata uang nya, Pergerakan Rupiah tidak terkendali dan BI (Bank Indonesia) melalaui Gubernur BI Agus Marto Wardoyo menyatakan akan hadir di Pasar untuk mengendalikan Nilai Tukar Rupiah.
Tetapi yang menjadi pertanyaan sampai saat ini BI tidak mampu mengendalikan Depresiasi Nilai Tukar Rupiah dan seperti Intervensi Pasar Setengah Hati, cenderung merubah rubah target Nilai Tukar 2015 yang sudah dibuatnya sendiri.
Masih kita ingat beberapa tahun yang lalu ketika dilakukan Reshuffle kabinet jaman Presiden SBY, Agus Martowardoyo adalah salah satu Mentri yang dianggap kurang berhasil dan tidak dipercaya Pasar dalam mengelola Kementrian Keuangan, namun sayangnya setelah di lengserkan dari posisi Menteri Keuangan Agus Martowardoyo ditempatkan di posisi Gubernur BI oleh Presiden SBY.
Kita tidak tahu apa motiv dan pertimbangan Presiden SBY dan DPR saat itu menempatkan orang yang dianggap gagal dan tidak dipercaya pasar sebagai Gubernur BI yang akan menjabat (2013 - 2018) sampai dengan Presiden Berikutnya terpilih dan bekerja
Sudah selayaknya bahwa Gubernur BI Masa Jabatannya disesuaikan dengan Presiden terpilih, karna Permasalahan Ketidak singkronan antara Kebijakan Moneter (BI) dan Kebijakan Fiskal (Pemerintah) bukan hanyak kali ini terjadi.
Walaupun BI adalah lembaga Independen, dengan Koalisi Mayoritas di DPR yang mendukung Presiden Jokowidodo saat ini sudah sepatutnya dipertimbangkan Pergantian Gubernur BI dengan merevisi UU ataupun aturan terkait tanpa menunggu Agus Martwardoyo berakhir masa jabatannya di 2018 karna sudah gagal dalam menjalankan tugas utamanya dalam menjaga Stabilitas Nilai Tukar Rupiah.
Semoga bermanfaat (reza khumaini)